Sketsanews.com - Pergantian panglima TNI akan bergulir setelah Jenderal Moeldoko pensiun. Berdasarkan tradisi sejak Presiden Abdurahman Wahid, pergantian pucuk pimpinan TNI bergilir setiap matra.
Jabatan Panglima TNI, berdasarkan urutan giliran matra, Angkatan udara seharusnya mendapat giliran. Dalam hal ini KSAU Marsekal Agus Supriyatna setelah sebelumnya dari Angkatan darat yaitu Jenderal Moeldoko. Namun presiden Jokowi memilih Gatot Nurmantyo dari Angkatan Darat.
Meskipun itu hak preogratif presiden, Tentunya pilihan Presiden Jokowi bisa menimbulkan ketidakpuasan dari Angkatan Udara. Walaupun berbagai kalangan, menilai TNI akan solid dipimpin dari matra atau angkatan apapun, namun kita juga tidak mengelak adanya loyalis korps kesatuan. Seperti adanya kasus bentrok antar kesatuan yang sering kita dengar.
Kita juga tidak mengingkari adanya persaingan antar petinggi TNI. Mengingat karakter Jenderal yang terbentuk saat berjuang melawan penjajah tentunya akan berbeda dengan Jenderal yang terbentuk sekolah di Akademi Militer.
Dipilihnya Gatot Nurmantyo sebagai calon panglima TNI tunggal oleh presiden Jokowi, ada indikasi untuk kepentingan politik. Mengingat TNI Angkatan darat yang memilki struktur sampai ke desa. Sedangkan di angkatan lain tidak ada yang mempunyai struktur demikian.
Presiden Jokowi ingin mendapatkan perlindungan dari Angkatan darat dan secara kuantitas TNI AD lebih banyak personelnya. Dan untuk mengimbangi kekuatan POLRI yang sudah "tidak jinak" lagi.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan alat ketahananan negara.
Bukan untuk ketahanan politik tertentu. Tetapi yang terjadi dari berapa rezim yang berkuasa di negeri ini tentara dijadikan untuk melindungi politik dan kekuasaannya. Seperti Rezim Soeharto yang menjadikan tentara sebagai pelindung kekuasaannya.
Mengingat TNI lahir dari rakyat, tentunya kita sebagai warga negara tidak ingin TNI yang seharusnya melindungi seluruh warga negara, dijadikan alat untuk melindungi kekuasaan kelompok tertentu.