Sketsanews.com – Nilai tukar rupiah terus melemah sepanjang tahun ini dan tercatat menyentuh level 13.385 per dolar AS di pasar uang pada 8 Juni 2015. Faisal Basri menyatakan pelemahan rupiah lebih disebabkan oleh spekulan serta krisis kepercayaan.Rupiah tidak selayaknya berada di level lemah dan terpuruk pada saat ini.
Menteri Keuangan menganggap pelemahan rupiah akibat kondisi penguatan dolar AS atau yang sering disebut dengan 'super dollar'. Pasalnya, banyak mata uang di negara lain juga mengalami hal serupa.
"Sebenarnya Menteri Keuangan itu sadar enggak sih kalau rupiah sudah sangat lama melemah? Persisnya sejak awal Agustus 2011," ujar Faisal Basri Senin (22/6) seperti yang dilansir cnnindonesia.com
Ia menuturkan, sejak Desember 2014 cukup banyak faktor yang berpotensi mengurangi tekanan terhadap rupiah. Yang terpenting, lanjutnya, adalah kemerosotan harga minyak. Faisal menilai impor minyak menjadi biang keladi kemerosotan rupiah sejak tahun 2011. Namun selama Januari-Mei 2015 impor minyak turun tajam, sebesar 51 persen.
"Sedemikian tajamnya perurunan impor BBM sehingga tidak lagi menjadi komoditas impor terbesar sebagaimana terjadi selama 2011-2014. Kini impor BBM hanya menduduki urutan ketiga terbesar.
Kemerosotan harga BBM pulalah yang membuat transaksi perdagangan luar negeri kembali surplus setelah selama tiga tahun sebelumnya selalu defisit," jelas Ekonom Universitas Indonesia itu.
meskipun ekspor selama Januari-Mei turun sebesar 11,8 persen, transaksi perdagagan tetap surplus karena impor turun lebih tajam, yaitu sebesar 17,9 persen. Penurunan impor sangat tajam dialami oleh migas, yaitu 42,8 persen, lanjutnya.
"Penurunan nilai impor juga dialami oleh berbagai komoditi yang tergolong sebagai kebutuhan pokok karena kemerosotan harga, misalnya gandum, kedelai, jagung dan gula," katanya.
Untuk perdagangan jasa, kata Faisal, juga mengalami perbaikan. Defisit perdagangan jasa yang biasanya per triwulan sekitar US$ 2,5 miliar sampai US$ 3,5 miliar, pada triwulan I-2015 hanya US$ 1,8 miliar.
Karena akun primary income dan secondary income tidak mengalami perubahan berarti, maka defisit akun semasa (current account) pada triwulan I-2015 membaik menjadi hanya 1,8 persen PDB dibandingkan 2,9 persen PDB pada tahun 2014.
"Defisit current account ditutupi oleh surplus lalu lintas modal dalam bentuk penanaman modal asing langsung (FDI) maupun portofolio," katanya.
Dengan demikian, neraca pembayaran terus mencatatkan surplus, sehingga cadangan devisa juga masih menikmati surplus. Karena itu seharusnya secara teknis, rupiah tidak mengalami pelemahan berkelanjutan.
"Jadi mengapa rupiah terus melemah padahal pasokan dolar AS lebih besar ketimbang permintaannya? Penyebabnya diduga pemilik dolar AS tidak menukarkan dolarnya ke rupiah karena motif berjaga-jaga. Kalau saya sih menilai seharusnya rupiah berada di level 11.000 per dolar AS," ungkapnya.
Faisal menilai pemilik dolar AS khawatir merugi jika nanti mereka butuh membutuhkan mata uang negeri Paman Sam itu, maka harus membeli dengan kurs yang lebih tinggi lagi. Ia menilai, masyarakat maupun pebisnis tak berhasil diyakinkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
"Ada semacam krisis kepercayaan dan tergerusnya trust terhadap pemerintah dan BI. Hal itu mengakibatkan pasokan dolar AS di pasar valuta asing tidak meningkat. Apalagi mengingat volume transaksi di pasar valuta asing sangat tipis, sekitar US$ 2 miliar saja dalam sehari," jelasnya