LBP: Alternatif dari Alternatif Baru?
Oleh: Arie Mufti
Acara talkshow dengan bintang panggung LBP sepertinya ujug-ujug, namun situasi kekinian dan semiotika acara tersebut bisa ditelisik untuk menguak bagaimana dan mengapa LBP dihadirkan.
Pertama media nya adalah metro tv, dengan ciri kental politik redaksi pro Jokowi dan tentu amat dekat dng Luhut.
Dari pemilihan stasiun TV, dan story telling terkait Gusdur dan Jokowi, acara ini mensasar kelas menengah kota, segmen basis pemilih jokowi, dan kelompok muslim modernis pun tradisionalis NU.
Spin Doctor yang merancang acara ini menggunakan metode NLP dengan tujuan komunikasinya adalah LBP personal brand repositioning.
Teknik NLP pertama di ayun dengan PACING: Materi meme publikasi acara ini seolah mengkonfirmasi persepsi pun prasangka publik yg melihat LBP sebagai figur keras dan konfliktual. Sehingga materi publikasi akan menarik mereka yg berprasangka sama untuk ikut duduk menyaksikan acara ini.
Selanjutnya konstruk acara ini di arahkan dng metode LEADING kepada penampakan sisi LBP yg justru ditampilkan sebaliknya.
LBP tampil dengan tone yg santai, lembut dengan ekspresi sederhana, juga gestur hangat dengan ekspresi terbuka.
LBP juga menanggapi santai pun tenang saat disebut figur2 yg selama ini di posisikan sebagai lawannya, misalnya saat disebut nama Susi dan Sandiaga Uno.
Beberapa materi insertion yg dipersiapkan sebelumnya seperti foto menyetrika baju, sajian pisang goreng adalah aksi dramaturgi politik yang ditampilkan untuk memperkuat aksentuasi 'sederhana' the man of people.
Beberapa kata subliminal terkait preposisi 'wapres alternatif' juga di 'tanam' dalam bentuk tampilan hasil riset/ poll dan pertanyaan wapres / reshuffle.
Bagi mereka yg bukan target acara ini, memang sedikit dampaknya, namun bagi para pendukung jokowi, LBP kini diolah agar masuk ke dalam 'consideration bucket'. Selanjutnya akan ada upaya strategik lanjutan yg akan mendorong beliau lebih jauh kedalam kluster pilihan pendamping Jokowi.
Saya menduga ini adalah reaksi pasca 'insiden GBK' yang mengakibatkan kelompok di dalam kubu Jokowi mengalami kekalutan.
Bisa jadi 'Faksi Opung' terganggu, sementara 'Faksi Daeng' justru menguat dan mulai membicarakan opsi 'kandidat wapres baru' yang belakangan sedang di elu elukan publik dan sedang dipertimbangkan dengan adagium "if you can not beat them, join them".
Maka langkah komunikasi politik ini adalah upaya LBP u mendorong konflik kubu internal Jokowi ke arah 'prisonners dilemma' menaikan angka taruhan, apalagi kalau bukan dengan memulai menawarkan diri sebagai wapres alternatif - dari alternatif.
Tabik.
(in)