Kamis, 18 Juni 2015

Pemerintah Takut WNI Pergi ke Suriah

images

Sketsanews.com, Lamongan - Minggu, 5/4/2015 pukul 15.30 WIB, sketsanews menemui Ali Fauzi, adik dari Amrozi pelaku Bom Bali 1. Awalnya kedatangan kami disambut dengan wajah yang tidak mengenakkan, sambil bergumam "wawancara-wawancara apa?". Akan tetapi setelah berkenalan, tenyata beliau orangnya sangat antusias dan bijaksana untuk diwawancarai.

Setelah beliau berhenti mengajar di Pondok Pesantren Al Islam Lamongan, yang tidak jauh dari rumahnya itu, dalam mencari nafkah, saat ini Ali -sapaan sehari-hari- berbisnis burung Perkutut. Selain itu, Ali juga menjadi pembina suporter tim kesebelasan Persela Lamongan, LA Mania. Hanya 45 menit, waktu yang sketsanews lalui dalam perbincangan kali ini.

Menurut Ali, selama ini seakan-akan hanya ISIS yang memperjuangkan Iraq dan Syiria, padahal banyak sekali umat Islam yang empati dengan mereka, salah satunya yaitu JI (Jamaah Islammiyah) yang pergerakkannya dengan cara diam-diam, tidak seperti ISIS yang digembar-gemborkan melalui media. Karena perjuangan ini dianggap ibadah, kalau seperti yang dilakukan oleh ISIS ini termasuk riya'.

Khilafah pimpinan Abu Bakar AlBaghdadi itu dikatakan tidak lebih berbahaya dari pada JI, karena selain pengikutnya diberbagai negara, pergerakan mereka sangat kasar. Beda dengan JI, yang saat ini hanya ada di Indonesia, pergerakanya sungguh rapi. Adapun JI wilayah Malaysia dan Singapura sudah mati kutu setelah terjadi Bom Bali 1. Dirinya juga menambahkan, sejak tahun 2000 sudah keluar dari JI, dengan alasan karena JI itu lambat dalam merespon kasus Ambon. Sementara keinginannya sudah menggebu-nggebu.

Seiring terjadinya tragedi Bom Bali 1 itu, terjadilah carut-marut sistem struktural dalam kelompok JI. Saat ini JI hanya fokus dalam bidang pendidikan. JI tidak melakukan latihan-latihan ataupun kegiatan-kegiatan yang menggunakan senjata, sehingga TNI dan Polri sulit untuk menemukan pergerakkan JI. Selain itu tidak ada pasal atau hukum sebagai alasan untuk menangkapnya.

Bapak dari 7 anak ini, tidak setuju dengan metode pemerintah untuk menangkal teroris dengan cara membredeli berbagai situs Islam yang dianggap berpaham Islam radikal. Pemerintah harus adil, kalau situs ini benar-benar berpihak kepada ISIS silakan, tapi banyak situs-situs yang sejalan dengan pemerintah, kenapa harus diblokir. Satu contoh misalnya Gema Islam, situs yang berbasis Salafi, apa salah mereka?.

Beliau menjelaskan pemerintah tidak tahu-menahu tentang apa yang ada dalam pemikiran kelompok-kelompok yang ada di Indonesia. Sebetulnya banyak kelompok-kelompok yang menentang ISIS, seperti HTI, MMI dan lain sebagainya. Justru dengan cara ini malah menciptakan musuh bersama, yang dulunya tidak memusuhi pemerintah, sekarang mereka memusuhinya.

BNPT harus banyak belajar, tidak serta merta menerjang kesana-kesini, untuk menangkal paham radikal, khususnya teroris harus terukur, dengan metode yang tepat, tidak semua yang berbau Islam dikebiri.

Sebenarnya hanya satu ketakutan pemerintah, yaitu ketika orang Indonesia yang sekarang berjihad di Syiria, kemudian kembali ke Indonesia, mereka akan melakukan 'aksi' di Tanah Air. Karena, secara tidak langsung, mereka di Syiria banyak menimba ilmu dan pengalaman yang berharga.



Reporter : Sar/Nia